Senin, 18 April 2011

hakekat ilmu dan pengetahuan

MAKALAH METODE ILMIAH
“HAKEKAT ILMU DAN PENGETAHUAN”



NAMA : 1. JOSEPH CH.BOKOTEI/0804022597




FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2011




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Ilmu adalah penyempadanan (pembatasan) prosedur-prosedur yang dapat membimbing penelitian menurut arah tertentu. Ilmu berubah sesuai lingkungan budaya dan konstelasi sosial. Dalam arti ini ilmu harus sanggup mengakui pengaruh timbal balik dari penilaian. Ilmu merupakan keseimbangan yang berharga menghadapi ideologi. Suatu ideologi dapat menyelamatkan ilmu menjadi pandangan dunia atau agama. Ilmu merupakan serangkaian peta mengenai endapan pengetahuan, namun sekaligus memperluas kemungkinan agar manusia dapat menentukan kiblat. Ilmu lebih daripada hanya cungkilan dari kebenaran teoritis melulu.
Menerapkan ilmu pada kejuruan dan teknik mempengaruhi kegiatan ilmiah, akan tetapi sebagai penerapan yang lebih merupakan akibat penggunaan metode yang tepat dalam ilmu sendiri. Metode berarti bahwa penyelidikan berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Atau “suatu jalan yang harus ditempuh”. Metode digunakan dengan tujuan agar manusia tidak bekerja dengan semaunya saja, akan tetapi dengan cermat menentukan jalan menuju tujuan. Metode mempunyai kedudukan yang khas dalam ilmu. Suatu metode disusun menurut bahasa atau lebih luas, memakai sistem lambang. Oleh karena itu metode ilmiah timbul dengan membatasi secara tegas bahasa yang dipakai oleh ilmu tertentu.
Bahasa Ilmu sebagai bagian bahasa pergaulan (“epibahasa”) dan system bahasa ilmiah yang baru, yang sasarannya adalah penyelidikan bahasa suatu ilmu yang sudah ada “metabahasa”. Pada bahasa sehari-hari bersifat evaluatif, tidak merupakan sistem tertutup (bermakna ganda), pemakaian bahasa yang kurang tepat. Sedangkan Bahasa Ilmiah mempunyai ciri-ciri bebas nilai membentuk sistem yang tertutup (definisi yang tunggal), pemakaian bahasa yang sesuai. Peralihan dari bahasa harian ke bahasa ilmiah sudah ada pada peralihan dari pengamatan harian ke observasi ilmiah. Pada pengamatan dan observasi sebenarnya berbeda. Observasi subyektivitas diri dikesampingkan, pemerian data nirpribadi nonpersonal), melupakan yang sudah terjadi, diatur oleh suatu metode/sebuah teori, fakta sebuah ilmu/pembatasan dalam pengamatan. Pada pengamatan bersifat emosional, subyektif, berprasangka dan dwiarti, sarat dengan ketidakpastian.
Observasi seperti pengamatan, menuju kepada pemerian. Setiap pemerian, dan secara tersirat dalam pengamatan dan observasi juga mengandung pengertian-pengertian. Dalam sistem bahasa pengertian dapat disebut ‘istilah’. Pengelompokkan (klasifikasi) terdapat pada bahasa harian maupun bahasa ilmu. Umumnya klasifikasi bahasa harian kurang teoritis, sebaliknya lebih praktis tujuannya. Klasifikasi ilmiah ditentukan oleh teori, maka jangkauannya lebih khas dan lebih pendek. Metode pengelompokkan makin teliti berkat bermacam-macam perbaikan. Titik berat usaha (klasifikasi) ini beralih dari intuitif ke yang konseptual, dan dari yang mengenai isi ke yang formal. Klasifikasi ilmiah lebih menggunakan pembagian yang kurang terperinci, yang memungkinkan pembatasan dan keputusan yang lebih jelas. Hal ini menandakan bahwa metode suatu ilmu kiranya tidak dapat menghasilkan suatu sistem tertutup mutlak, tidak dapat dihindari, sekurang-kurangnya tidak langsung bahwa suatu sistem bahasa akhirnya ditujukan kepada dirinya sendiri, dan tidak dapat memencilkan diri ke dalam strukturnya lepas dari bahasa harian. Observasi dan klasifikasi bertautan erat. Kedua-duanya dihasilkan oleh metode ilmiah. Klasifikasi-klasifikasi berkurang sifat alamiahnya dan lebih bersifat buatan. Observasi dan klasifikasi ilmiah menangani gejala lebih sadar sehingga lebih dialihragamkan. Metode ilmiah memperbesar kekuasaan atas gejala. Ilmu menjadi bebas memaksakan gejala memasuki kerangka-kerangka yang sudah jadi.
Ilmu mempunyai ciri khas sebagai sitem terbuka, tetapi ilmu sering dianggap sebagai sistem tertutup. Menurut A. Comte setiap ilmu terdiri atas koordinasi fakta dan makin maju ilmu-ilmu, fakta makin bergayut pada metode. Secara metodis terjadinya suatu ilmu dapat berlangsung juga tanpa diiringi timbulnya masalah-masalah berkat peranan percobaan-percobaan itu berfungsi sebagai gerbang. Terdapat pandangan ilmu sebagai sistem terbuka. Ilmu memiliki kedudukan sendiri tetapi dalam saling tindak dengan konteks, yang ikut mempengaruhi perkembangan lebih lanjut sistem ilmiah. Terdapat otonomi ilmu, namun otonomi yang relatif atau lebih tepat rasional artinya otonomi yang berfungsi dalam hubungan dengan konteks politis, sosial, etis, dan pandangan hidup. Istilah sistem terbuka sering dipakai, mula-mula untuk gejala tertentu, kemudian untuk seluruh bangunan ilmu. Bagi manusia istilah ‘sistem terbuka’ mendapat arti yang lebih luas. Boleh dikatakan bahwa seluruh kebudayaan manusiawi, termasuk pertanian, urbanisasi, permainan, aturan, susila, kesenian, dan agama merupakan bagian dari sistem terbuka manusiawi.
Ciri ilmu merupakan sistem terbuka adalah ilmu merupakan kebudayaan manusiawi, Ilmu berbentuk dinamis, dan yang menanggapi dunia sekelilingnya. Kemandirian (otonomi), tetapi yang amat luwes lewat penyesuaian terus menerus kepada informasi dari konteks dan lewat pembaruan kreatif. Teori ternyata merupakan keseimbangan antara ‘konsepsi’ dan ‘empiris’. Ini sesuai dengan sifat system terbuka yang selalu merupakan keseimbangan dinamis antara pengaruh dari dunia luar. Ilmu dengan seluruh rengrengan keterangan ternyata tidak dapat dilihat lepas dari konteks. Sistem ini mempunyai juga fungsi menjangkau, meramalkan dan mencari arah. “menerangkan” ternyata ada hubungan dengan ‘pengertian’ dan ‘memahami’, artinya kesadaran akan adanya bidang kemungkinan yang lebih luas untuk mengembangkan suatu teori ilmiah.
Menurut ahli filsafat klasik, seperti B. Spinoza dan G. W. Leibniz, tetapi juga menurut anggapan sehari-hari, yang kadang-kadang bersifat intuitif dalam banyak ilmu, hukum sebab akibat berlaku di seluruh alam semesta. Kausalitas merupakan bawaan (innate) budi manusia sendiri. Menurut Kant Struktur tetap dialihkan seluruhnya dari alam kepada penyusunan ilmiah gejala dan dengan demikian ilmu mencapai ketertutupan yang lebih ketat (kausalitas keteraturan alam sendiri). W. Hamilton bernalar kausal didasarkan pada logika penalar. Bernalar kausal didasarkan pada identitas logis ‘setiap perubahan ada sebabnya’. Pendapat modern menganggap kausalitas sebagai sesuatu yang tidak pertama-tama termasuk kenyataan di luar ilmu, melainkan yang menyangkut pola keterangan penalaran ilmiah sendiri.
Kausalitas dalam teori ilmu modern makin menjadi bagian prosedur penjabaran. Peranan kausalitas diambil alih oleh model deduktif-nomologis. Dengan demikian pembatasan sistem ilmiah akan menjadi jelas . Ilmu mencari pembulatan penyempadanan untuk membentuk sistem tertutup. Ilmu merupakan sistem tertutup dipertentangakan dengan pendirian ekstrem lain, yaitu bahwa sebetulnya sama sekali tidak ada sistem ilmu yang otonom. Ilmu terbuka lebar, karena dihasilkan oleh konteks yaitu oleh faktor entah psikis, sosial, atau ideologis.
Pada sistem ilmiah selalu ada pengaruh dari luar. Suatu sistem ilmiah ialah berdasarkan struktur objektif yang mendasari pengetahuan ilmiah, meneliti apakah isi, susunan dan batas-batas ilmu tertentu. Menurut Kan istilah “ide” adalah suatu konsep yang tidak mungkin lagi dibuktikan secara ilmiah, jadi tidak termasuk struktur obyektif ilmu. Ide ini justru memungkinkan bukti ilmiah, pengaturan dan kesatuan. Bahasa Ilmiah sedapat-dapatnya menyingkirkan penilaian susila dan keterlibatan subyek. Ilmu tidak pernah merupakan suatu system tertutup bulat dan justru sifat tidak tertutup ini mengacu kepada keharusan selalu membicarakan system itu dan memperluasnya. Atau dengan lain perkataan konsistensi metodis sistem ilmiah bertautan langsung dengan keterbukaan sistem bagi ide-ide regulatif.
Sistem ilmiah bersifat dinamis, karena merupakan bentuk khas lewat obyektivitas dan ambil tenggang , mengenai usaha manusia menyingkapkan dunia dalam kebudayaannya.Ilmu merupakan bagian, mungkin juga alat, dalam strategi manusia yang menyeluruh. Strategi ini ialah keseluruhan kaidah untuk mencapai suatu tujuan. Metodologi ilmu harus tetap terbuka demi penyusunan kembali. Strategi ilmu adalah bagian strategi lebih luas dalam seluruh kebudayaan manusia. Dalam kebudayaan itu “kenyataan” masih bermatra (dimensi) lebih luas dari pada segi-segi yang hanya dapat dipahami secara teoritis. Seluruh strategi ilmu merupakan kerangka acuan, ruang rengrengan pembenaran atau keterangan baru berlaku.
Terhadap latar belakang strategi total suatu ilmu ini semua pasti tidak mengandung relativisme. Ciri-ciri (1) suatu sistem ilmu selalu mengandung suatu pilihan dan pembatasan (restriksi) tertentu, juga terhadap patokan kesahian. (2) sistem semacam itu, mengingat zaman dan kebudayaan, dapat memperoleh wujud lain. (3) dengan demikian, bentuk yang satu tidak terasingkan dari bentuk lain, jadi kesinambungan strategi tetap utuh. Suatu sistem ilmiah tertentu, menurut bangunannya yang metodologis, merupakan endapan strategi ilmu. Untuk mengenal strategi suatu ilmu, kaidah yang mendalangi tiap-tiap langkah, perlu mengerti bagaimana strategi itu terjadi, jadi mengerti heuristic. Yang dimaksud heuristic adalah bukan medan ilhan genial, penemuan kebetulan, dan ide-ide yang berani. Heuristic ialah pengertian akan wilayah lebih luas dari pada hanya sistem metodis ketat,pengertian akan jalan menuju kesahian sistem.
Heuristik relevan secara metodologis, karena dapat mengatur terjadinya suatu ilmu maupun pembaruan secara kreatif, “ikut mengatur”, artinya bahwa heuristic mencakup petunjuk dan kaidah, walaupun itu tidak memiliki bentuk tertutup logis seperti suatu metodologi. Kaidah heuristik meliputi (1) setiapstrategi suatu ilmu yang masih giat pada pratahap heuristis, meraba-raba kemungkinan untuk memperbaiki strategi yang sedang timbul. (2) menggapai kembali dari system ilmiah kepada pranggapan-praanggapan. Bukan tersurat dalam sistem tersebut, jadi yang merupakan sebagian struktur bahasan. Yang dimaksud adalah ialah pranggapan yang bersatu dengan sistem, kadang-kadang seluruh kerangka berpikir histories atau budaya, sehingga tidak dilihat. (3) akibat dari yang baru dikatakan. Heuristic dapat, karena bentuk yang logis kurang tertutup dengan pasti, menemukan alternative-alternatif. (4) bahwa proses terjadinya dan pembaruan suatu ilmu dimajukan oleh pengertian masalah etis (5) kepekaan terhadap masalah-masalah.
Heuristik tugasnya semacam sebagai fungsi jembatan. Karena menunjukkan hubungan mutlak antara ilmu dengan pengertian dan sikap luar-ilmu, memperlihatkan keterlibatan ilmu baik pada kiblat insani maupun pada kenyataan. Heuristik menimbulkan kepekaan akan konteks tetapin tidak menyediakan suatu metodologi. Maka sebetulnya tidak ada buku pegangan bagi ilmu heuristic justru ditemui pada penelitian yang memautkan ilmu dengan masalah etis, sosial dan metafisis.
Ilmu terapan merupakan bagian terbesar ilmu-ilmu. Ilmu terapan artinya lebih luas dari hanya penerapan ilmu yang meliputi bidang teknik yang lebih luas. Teknik bukan ilmu, namun ilmu-ilmu teknik termasuk wilayah ilmu, karena ilmu teknik merupakan ilmu obyek penelitian teoritis. Ciri khas ilmu terapan adalah bersifat mutlak. Percobaan tidak berfungsi sebagai penerapan, melainkan untuk menguji rancangan teoritis (hipotesis). Faktor kebetulan menjadi obyek penelitian ilmu terapan, yang juga disebut ilmu praktis. Pada ilmu terapan, ilmu memasuki masyarakat lebih mendalam. Kemudian ilmu berusaha juga menangkap lebih banyak unsur kebetulan dari konteks masuk jaringan keterangan ilmiah. Dan sebaliknya tujuan dunia praktis akan menjadi bagian dari teori ilmu. Ilmu dapat meresap masuk dunia harian secara praktis dan teknis, ilmu tidak dapat mengorbankan sistemnya, ilmu juga dapat sungguh-sungguh bekerja secara instrumental.

1.2 TUJUAN DAN KEGUNAAN

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui pengertian ilmu dan pengetahuan?
2. Mengetahui syarat,karaketeristik dan ciri dari ilmu?
3. Mengetahui perbedaan ilmu dan pengetahuan?
Adapun KEGUNAAN dari makalah ini yaitu sebagai tugas METODE ILMIAH
1.3 METODE PENELITIAN
Metode yang di gunakan dalam makalah ini adalah study pustaka.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ILMU
Apakah ilmu itu? Moh. Nazir, Ph.D (1983:9) mengemukakan bahwa ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan, baik Natura atau pun sosial, yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum. Sedangkan Ahmad Tafsir (1992:15) memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan mempunyai bukti empiris. Sementara itu, Sikun Pribadi (1972:1-2) merumuskan pengertian ilmu secara lebih rinci (ia menyebutnya ilmu pengetahuan), bahwa : “Obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum logika yang tertib. data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis, induktif, kemudian ditentukan relasi antara data-data, diantaranya relasi kausalitas. konsepsi-konsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem tertentu yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif. Keseluruhan integratif itu kita sebut ilmu pengetahuan.”
Di lain pihak, Lorens Bagus (1996:307-308) mengemukakan bahwa ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (atau alam obyek) yang sama dan saling keterkaitan secara logis. dari beberapa pengertian ilmu di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan atau fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, dan dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi, eksperimen, survai, studi kasus dan lain-lain)

2.2 SYARAT-SYARAT ILMU
Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut:
1. Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti. Lorens Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material dan obyek formal. obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
2. Ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983:43) mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilimiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack (1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interrelasi.
Selanjutnya pada bagian lain Moh. Nazir mengemukakan beberapa kriteria metode ilmiah dalam perspektif penelitian kuantitatif, diantaranya:
(a) berdasarkan fakta,
(b) bebas dari prasangka,
(c) menggunakan prinsip-prinsip analisa,
(d) menggunakan hipotesa,
(e) menggunakan ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi.
Belakangan ini berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan kualitatif. Nasution (1996:9-12) mengemukakan ciri-ciri metode ilimiah dalam penelitian kualitatif, diantaranya :
(a) sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting.
(b) peneliti sebagai instrumen penelitian
(c) sangat deskriptif
(d) mementingkan proses maupun produk
(e) mencari makna
(f) mengutamakan data langsung
(g) triangulasi
(h) menonjolkan rincian kontekstual,
(h) subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti
(i) mengutama- kan perspektif emic
(j) verifikasi
(k) sampling yang purposif
(l) menggunakan audit trail
(m)partisipatipatif tanpa mengganggu,
(n) mengadakan analisis sejak awal penelitian,
(o) disain penelitian tampil dalam proses penelitian.
3. Pokok permasalahan(subject matter atau focus of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji. Mengenai focus of interest ini Husein Al-Kaff dalam Kuliah Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad menjelaskan bahwa ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka masalah masalah yang sederhana tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia (worldview), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi (Husein Al-Kaff, Filsafat Ilmu,)

2.3 KARAKTERISTIK ILMU
Di samping memiliki syarat-syarat tertentu, ilmu memiliki pula karakteristik atau sifat yang menjadi ciri hakiki ilmu. Randall dan Buchler mengemukakan beberapa karakteristik umum ilmu, yaitu :
(1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama
(2) Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan
(3) obyektif tidak bergantung pada pemahaman secara pribadi.
Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van den Haag bahwa ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif (Uyoh Sadulloh,1994:44).
Sementara, dari apa yang dikemukakan oleh Lorens Bagus (1996:307-308) tentang pengertian ilmu dapat didentifikasi bahwa salah satu sifat ilmu adalah koheren yakni tidak kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan berkenaan dengan metode pengembangan ilmu, ilmu memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat. Artinya, usaha untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang memiliki keterandalan dan keabsahan yang tinggi, serta penarikan kesimpulan yang memiliki akurasi dengan tingkat siginifikansi yang tinggi pula. Bahkan dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal
Sementara itu, Ismaun (2001) mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut :
(1) Obyektif;
Ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada emosional subyektif,
(2) Koheren; Pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan
(3) Reliable
Produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keterandalan (reabilitas) tinggi
(4) Valid
Produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan (validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal
(5) Memiliki generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum
(6) Akurat; penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi,
(7) Dapat melakukan Prediksi
Ilmu dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
Adapun ciri-ciri utama ilmu adalah;
1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang bersifat empiris,sistematis,dapat diukur,dan dibuktikan,berbeda dengan iman,yaitu pengetahuan berdasarkan keyakinan.Berbeda dengan pengetahuan. Ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusab tersendir, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek yang sama dan saling berkaitan secara logis.
2. Ilmu tidak memerlukan kepastian secara lengkap berkenaan dengan penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat didalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
3. Ciri hakikinya ilmu adalah metodologi,sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dari ide yang terpisah-pisah,sebaliknya ilmu menuntut pengamatan dan berpikir modis
4. Kesatuan ilmu bersumber didalam kesatuan objeknya.

2.4 DEFINISI PENGTAHUAN
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata knowledge. sedangkan secara terminologi menurut Drs Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu, pekerjaan hasil tahu itu adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Dengan emikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
1.Jenis pengetahuan
I. Pengetahuan biasa, yakni dalam filsafat disebut common sense, yaitu seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima dengan baik.
II. Pengetahuan ilmu. Yaitu trjemahan dari science, dalam pengrtian sempindapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif.
III. Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat komtemplatif yang bersifat spekulatif
IV. Pengetahuan agama. Pengetahuan yang diperoleh dari tuhan lewat para utusannya, pengetahuan agama bersifat wajib diyakini para pemeluk agama.

2.5 HAKIKAT DAN SUMBER PENGETAHUAN

Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ci khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengtahuan secara sungguh-sungguh.Manusia meengembangkan pengetahuan untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan dan kelangsungan hidupnya, dia memikirkan hal-hal baru karena dia hidip bukan sekadaruntuk kelangsungan hidupnya namun lebih dari itu.Hakikat pengetahuan adalah keadaan mental, mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengn kata lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada diluar akal.sumber pengeahuan cara memperoleh pengetahuan.

Ada dua pendapat yang menyatakan bahwa kita memperoleh dengan beberapa cara yaitu yang pertama:
1. Melalui orang lain. Orang lain memberi tahukan kepada kita, baik secara langsung maupun tidak langsung
2. Pengalaman diri sendiri. Secara langsung oarang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang baik. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman dengan mempelajari pengalaman kita sendiri.dan yang kedua ialah dengan beberapa cara:
I. Dengan metode keteguhan, dengan metode ini orang menerima suatu kebenaran karena mersa yakin akan kebenaran itu
II. Metode otoritas, sesuatu diterima sebagai kebenaran karena sumbernya mempunyai otoritas untuk itu
III. Metode intuisi. Menurut Henry Bregson intuisi adalah hasil dari evolusi, pemahaman yang tertinngi. Kemampuan ini mirip dengan insting. Tetapi berbeda dengn kesadarannya
IV. Metode tradisi. Orang menerima kebenaran sesuai dengan tradisi terdahulu, yang berlaku dilingkungannya
V. Metode trial and error. Pengeetahuan ini diperoleh melalui pengalaman langsung
VI. Metode ilmiah, dilakukan dengan proses deduksi dan induksi dengan beberapa pertimbangan yaitu; menurut Moh .Nazir menyebutkan 6 kriteria pada metode ini
 Berdasarkan fakta
 Bebas dari prasangka
 Menggunakan prinsip analisis
 Menggunakan hipotesis
 Menggunakan ukuran objektif
 Menggunakan teknik kuantitatif

2.6HAKEKAT ILMU PENGETAHUAN DALAM TATANAN KEHIDUPAN

Bahasa Ilmu sebagai bagian bahasa pergaulan (“epibahasa”) dan system bahasa ilmiah yang baru, yang sasarannya adalah penyelidikan bahasa suatu ilmu yang sudah ada “metabahasa”. Pada bahasa sehari-hari bersifat evaluatif, tidak merupakan sistem tertutup (bermakna ganda), pemakaian bahasa yang kurang tepat. Sedangkan Bahasa Ilmiah mempunyai ciri-ciri bebas nilai membentuk sistem yang tertutup (definisi yang tunggal), pemakaian bahasa yang sesuai. Peralihan dari bahasa harian ke bahasa ilmiah sudah ada pada peralihan dari pengamatan harian ke observasi ilmiah. Pada pengamatan dan observasi sebenarnya berbeda. Observasi subyektivitas diri dikesampingkan, pemerian data nirpribadi nonpersonal), melupakan yang sudah terjadi, diatur oleh suatu metode/sebuah teori, fakta sebuah ilmu/pembatasan dalam pengamatan. Pada pengamatan bersifat emosional, subyektif, berprasangka dan dwiarti, sarat dengan ketidakpastian.
Psikologisme mendasarkan kepastian logis pada kontingensi berfungsinya psikis budi manusia. Metodologi ilmu tak lain tak bukan menjadi psikologi. Psikologisme meluas pada bidang lain. Ilmu juga merupakan sebuah gejala sosial ini disebut sosiologi ilmu. Apabila orang ingin menerangkan secara sosiologis melulu tidak hanya peranan ilmu dalam masyarakat, melainkan juga akan keyakinan akan kebenaran suatu teori ilmiah (fakta sosial).
Ilmu dapat berperan secara khas dengan melayani masyarakat. Ilmu tidak hanya diperikan dengan bertolak dari kekuatan sosial, melainkan juga juga dengan penilaian sosial-politik. Ilmu hanya dilihat sebagai ilmu terapan. Tiada lagi ilmu murni dan segala teori hanya pegangan untuk mengubah masyarakat.
Metodologi ilmu menghadapi masalah yaitu (1) kreativitas dalam ilmu, (2) ilmu bersama anak kandungnya, teknik, makin berperan dalam mewujudkan masyarakat dan budaya. Kedua faktor tersebut ternyata akan berperan pada hubungan yang perlu dimiliki secara intrinsic oleh suatu sistem ilmiah, baik dengan heuristic maupun dengan etika. Etika amat berperan pada semua diskusi mengenai ilmu. Dalam kebijakan dunia pendidikan ilmu dimanfaatkan secara sadar. Adapun heuristik itu ialah teori menemukan jalan untuk menangani suatu masalah secara ilmiah. Heuristik mendahului ilmu. Ilmu sendiri justru wajib memerikan, menerangkan, membuktikan dan ini tidak mencakup secara tersurat, jalan yang dilalui menuju ilmu (heuristic). Heuristik pertama-tama merupakan upaya menemukan penyelesaian dalam lingkungan praktek kehidupan sehari-hari. Namun didalamnya mungkin terdapat bibit ilmu, yang lewat penerapan dapat menangani dunia harian dan dengan demikian menjadi alasan bagi timbulnya putusan etis.
Dalam dunia harian etika biasanya terdiri atas susunan kaidah dan banyak putusan evaluatif dalam kawasan dunia teratur tertampung dalam kaidah etis itu. Sistem suatu ilmu tetap melanjutkan susunan dan anggapan pengalaman prailmiah. Tidak hanya secara histories, melainkan juga mengenai kesahian tidak hanya factual tetapi juga logis. Setiap ilmu menyesuaikan diri dengan data, terbuka kepadanya, sekaligus berusaha menyelaraskan data ini, mengalih bentuknya di dalam jaringan lambang-lambangnya sendiri yang mempunyai daya bukti. Oleh karena itu ilmu merupakan lanjutan khas dari bakat manusia untuk mencari kiblat dan bakat itu telah tersedia sebelumnya. Timbulnya sistem rasional dari bakat-bakat tersebut, “genesis” ini, termasuk kesahian, wewenang ilmu.
Melayani masyarakat dapat menghasilkan pendirian ideologis. Yang dimaksud adalah mengabdikan ilmu kepada pilihan yang ditentukan oleh pandangan dunia (wawasan) dan atau sosial-politik. Ideologi dalam arti luas adalah setiap perangkat ide yang bersifat mengarahkan. Maka istilah ideologi tidak perlu berarti negatif. Ketegangan antara ilmu dan ideologi memaksa orang menempatkan ilmu, sebagai bagian rencana kerja sama pembangunan, dalam konteks yang lebih luas. Kebiasaan ilmiah menumbuhkan sikap kritis yang lama kelamaan menimbulkan ketegangan, yang kiranya merangsang antara agama dan ilmu. Konflik dengan ilmu dapat timbul terjadi penisbian (relativitas) segi teoritis dalam pandangan hidup religius karena tekanan dari pihak ilmu modern (astronomi, biologi dan psikologi). Ketegangan dapat berfaedah menghasilkan pengertian yang lebih mendalam mengenai sifat kebenaran religius yang tidak hanya kognitif melainkan juga kontekstual.
Sistem ilmiah bersifat dinamis, karena merupakan bentuk khas lewat obyektivitas dan ambil tenggang,mengenai usaha manusia menyingkapkan dunia dalam kebudayaannya.Ilmu merupakan bagian,mungkin juga alat,dalam strategi manusia yang menyeluruh. Strategi ini ialah keseluruhan kaidah untuk mencapai suatu tujuan.Metodologi ilmu harus tetap terbuka demi penyusunan kembali. Strategi ilmu adalah bagian strategi lebih luas dalam seluruh kebudayaan manusia.dalam kebudayaan itu “kenyataan” masih bermatra (dimensi) lebih luas dari pada segi-segi yang hanya dapat dipahami secara teoritis. Seluruh strategi ilmu merupakan kerangka acuan, ruang rengrengan pembenaran atau keterangan baru berlaku.


2.6 Perbedaan Pengetahuan Dengan Ilmu
Dari sejumlah pengrtian yanga ada sering ditemukan kerancuan antara ilmu dan pengetahuan, dalam kamus besar Bahasa Indonesia ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan, ilmu adalah pengetahuan dari asal katanya, kita dapat ketahui bahwa pengetahuan dapat diambil dari kata knowledge. Sedangkan ilmu dari kata science,Pengetahuan bersifat prailmiah.Ialah pengetahuan yang belum memenuhi syarat ilmiah pada umumnya, sebaliknya, pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang harus memenuhi syarat ilmiah.
Perbedaan antara ilmu dan pengetahuan dapat dilihat dari perbedaab ciri-cirinya,Herbert L. Searles memperlhatkan ciri-cirinya sebagai berikut. Kalau ilmu berbeda dengan filsafat berdasarkan empiris, maka ilmu berbeda dengan pengetahuan berdasarkan ciri sistematisnya.

Dari beberapa kertrangan diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
ilmu berbeda dengan pengetahuan, pebedaanhnya terlihat dari cara sifat sistematisnya dan cara menperolehnya.









BAB III
PENUTUP


3.1 KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka dapat di simpulkan sebagai berikut:

I. Ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan, baik Natura atau pun sosial, yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum.dan pengetahuan logis dan mempunyai bukti empiris.
Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu, pekerjaan hasil tahu itu adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Dengan emikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.

II. Syarat ilmu:

 Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti. Lorens Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material dan obyek formal. obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
 Ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah.
 Pokok permasalahan(subject matter atau focus of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji.

III. Karakteristik Ilmu:
1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang bersifat empiris,sistematis,dapat diukur,dan dibuktikan,berbeda dengan iman,yaitu pengetahuan berdasarkan keyakinan Berbeda dengan pengetahuan. Ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusab tersendir, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek yang sama dan saling berkaitan secara logis.
2. Ilmu tidak memerlukan kepastian secara lengkap berkenaan dengan penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat didalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.

3. Ciri hakikinya ilmu adalah metodologi,sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dari ide yang terpisah-pisah,sebaliknya ilmu menuntut pengamatan dan berpikir modis
4. kesatuan ilmu bersumber didalam kesatuan objeknya.

IV. Perbedaan antara ilmu dan pengetahuan dapat dilihat dari perbedaab ciri-cirinya,Herbert L. Searles memperlhatkan ciri-cirinya sebagai berikut. Kalau ilmu berbeda dengan filsafat berdasarkan empiris, maka ilmu berbeda dengan pengetahuan berdasarkan ciri sistematisnya.
Dari beberapa kertrangan diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnyailmu berbeda dengan pengetahuan, pebedaanhnya terlihat dari cara sifat sistematisnya dan cara menperolehnya.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung PS-IKIP Bandung.
Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.
Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya, (Diktat Kuliah), Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.
Filsafat_Ilmu,http://members.tripod.com/aljawad/artikelfilsafat_ilmu.htm
Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.
Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar Harapan.
Mantiq, http://media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm.
Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia
Muhammad Imaduddin Abdulrahim, (1988), Kuliah Tawhid, Bandung : Yayasan Pembina Sari Insani (Yaasin)

0 komentar:

Posting Komentar

membutukan saran dari kalian semua sehingga bisa memperbaiki menjadi lebih baik